Belajar Food Photography

Oke … semua sudah tau dong kalau foto-foto saya biasa-biasa aja. Buanyak banget food photographer yang fotonya benar-benar bikin kita berkali-kali menelan ludah, pingin colek-colek makanan yang memikat hati banget. Kadang-kadang heran dengan property yang sederhana tapi hasilnya luar biasa. Belum lagi style ala India , Marocco dan makanan-makanan Mediterania yang menurut saya keren banget padahal makanan disajikan dengan piring-piring seng yang karatan tapi kok hasilnya luar biasa . Cari deh di Pinterest bagian foodphotography, tak berkutik lihat foto-foto cantik.

Kalau saya, saya lagi berjalan menuju ke sana. Lihat banyak referensi, menyegarkan mata dan menambah ide-ide buat foto-foto selanjutnya. Kalau ada yang bilang ada kemajuan di foto-foto saya, Alhamdulilah berarti usaha saya kelihatan ada hasilnya. Tapi kalau ada yang minta ajarin, nah itu yang saya tadinya masih mikir-mikir.

Apalah saya. Kursus fotopun gak pernah. Secara formal nggak pernah belajar moto. Modal saya cuma browsing browsing dan browsing. Lihat-lihat gambar bagus, ikut milis foodphotography biar dapat daily posting soal tips dan trick, juga tutorial lainnya. Cuma itu saja. Jadi kalau ada yang minta ajarin, saya agak ragu, nanti malah ngajarin bukan di jalan yang lurus dan benar, karena ilmu yang cuma secuil ini.

Tapi saya kemudian mikir lagi. Begitu banyak orang sharing di internet. Ada yang sharing tips yang menurut saya biasa-biasa aja, banyak yang sharing ilmu-ilmu yang membuka cakrawala pandang kita. Intinya mereka semua sharing ilmu yang mereka punya. Nggak masalah ilmu itu masih setetes atau sudah satu galon lebih. For free, lagi !

Mungkin juga bisa disamain dengan guru. Sesungguhnya guru itu bukan berarti tahu semua hal. Tapi guru tahu terlebih dahulu dari kita, muridnya. Seiring berjalannya waktu, bisa jadi ilmu kita lebih banyak dari ilmu guru kita. Jadi, kalo jadi guru juga musti terus belajar. Nah, kalo ada yang minta diajarin ilmu saya yang cuma secuil ini, ya apa salahnya saya bagi. Mudah-mudahan ilmunya bermanfaat.

Begitu , deh. Akhirnya saya oke-in teman saya yang mau belajar ini. Saya suka semangatnya yang menggebu-gebu. Jadi kalo mau disayang sama guru, para murid tuh musti punya semangat, biar gurunya juga tambah semangat, ya nggak.

Teman saya ini sebenarnya sudah jago soal foto me-moto. Beberapa fotonya dilelang pada suatu pameran. Ketauan kan kualitas ilmu fotografinya kalo sudah begitu. Jadi saya nggak perlu kasih tau soal aperture, iso, white balance segala macem. Toh dia lebih jago. Target saya dibatasi waktu 2 jam yang dia punya. Jadi harus dibikin seefektif mungkin, bisa langsung dia praktekin. Kebetulan bulan lalu saya ikut ambil online course di Http://learnfoodphotography.com selama 30 hari. Nah, materi 30 hari itu diperes sekering-keringnya jadi 2 jam!! Ha ha …

Nah satu lagi yang saya suka, untuk objectnya dia pesan dibuatkan apple pie . Itung-itung memperlancar bikin apple pie juga nih .. J

  • Untuk pemanasan, mari kita lihat foto-foto jawara foodphotography berikut ini :

    1. http://www.mattarmendariz.com/
    2. http://www.pennydelossantos.com/
    3. http://www.arangoyoaga.com/
    4. http://www.laraferroni.com/
    5. http://www.beatricepeltre.com/
    6. http://helenedujardin.com/
    7. http://www.teristudios.com/
    8. http://www.katiequinndavies.com.au/

    Perhatikan foto-foto yang menawan itu. Mau ikutin gayanya ? silakan aja. Foto-foto itu bisa sangat menginspirasi kita untuk memulai belajar food fotography.

    Apa yang saya sampaikan ke teman saya, saya sharing di sini, ya. Mungkin ada juga yang saya kelupaan sharing waktu itu, jadi bisa lihat catatan di sini.

    Etika Food Photography

    Aduh maaf ya bukan sok beretika. Kalau foto-fotonya di rumah mungkin bisa abaikan masalah etika yang saya maksud di sini. Tapi catatan ini khusus buat kita yang mau ambil foto di tempat umum, seperti misalkan di restoran atau tempat makan yang lainnya.

    Banyak orang yang tidak(atau belum) terpapar soal foodphotography, jadi agak-agak terganggu kalau pas makan di tempat umum ada yang moto-motoin makanan. Ya sebenarnya, yang sudah tahu food photography juga bakalan terganggu kalau ada yang begitu atraktif foto-fotoin makanan dengan gerakan-gerakan yang berlebihan. Kita bisa aja sih bilang, toh makanan itu kita sendiri yang beli, ada di meja kita, pakai kamera kita sendiri, kenapa elu yang repot ?

    Kalau saya, mengambil foto makanan karena saya memberikan apresiasi kepada koki yang sudah menghidangkan makanan dengan penataan yang cantik dan menarik. Selanjutnya, ada alasan-alasan lain tentunya tentang kesukaan saya meng’capture’ gambar makanan. Anak saya, Afif, pernah ditanya sama anak seusianya ketika kami makan di Sushi Naga.

    Kenapa sih ibu kamu foto-fotoin makanan, kata anak itu

    Afif jawab, Karena supaya kalau makanannya sudah habis kita masih bisa lihat foto-fotonya.

    Sepakat nggak sama Afif ? J

    Berhubung di tempat umum, pastinya kita jaga kegiatan kita supaya nggak menjadi kegiatan yang menyebalkan buat orang lain. Kita nggak bisa bilang sama orang itu, pak ini untuk foodphotograpy, ngerti nggak apa itu foodphotography ? ini buat diposting di blog supaya orang-orang lihat , tau nggak bapak blog itu apa ? bla .. bla.. bla … ngapain juga kali kita ngomong kayak gitu, ujung-ujungnya dijawab ama dia , emang gue pikirin !

    Ini cara saya, mungkin cara anda bisa beda. Setelah pesanan datang, biasanya saya atur-atur sedikit piring dan geser-geser saus, tissue atau apa saja yang dimeja. Jangan lakukan dengan gerakan yang atraktif, biasa aja kali. Setelah itu saya keluarkan kamera yang sudah saya setting. Lakukan pengambilan gambar dengan cepat, lalu masukkan lagi kamera ke tas. Lalu kita makan deh tuh pesanan sebelum jadi dingin. Kalau pesan es ya sebelum jadi cair.

    Kenapa kelihatan kayak curi-curi ? Ah enggak juga kok. Itu supaya nggak bikin annoying orang lain. Ada cara lain ? ok silakan sharing aja.

    Mau pakai style apa ?

    Ini yang suka bikin bingung. Kita sudah masak, taro di mangkuk, siap-siap kamera, eh terus bingung motonya gimana ya, perlu tambahan property apa ? punya nggak ? Ini terjadi sama saya!

    Jadi sembari masak, sembari juga kita mikir ntar mau foto dengan style apa ? Mau gaya modern, mau gaya tradisional, gaya eropa, gaya india, gaya breakfast, lunch, dinner ? Lalu gimana kita menentukan gaya apa yang mau kita pakai ?

    Gampangnya sepertinya begini. Kalau kita masak kue-kue tradisionil, kita bisa letakkan kue tersebut di piring tembikar (misalnya), atau alas daun pisang. Kalau kita bikin cheese cake, mungkin yang ada di pikiran kita cheese cake itu enak dimakan dengan kopi pahit yang dibuat di cangkir expresso. Kalau kita buat roti, mungkin yang kebayang roti enaknya dimakan pagi-pagi, dioles selai cokelat dan ditemani segelas orange jus.

    Materi ini yang musti kita pikirkan karena setelah itu kita harus mencocokkan dengan property yang kita punya. Kalau nggak punya ya moto pakai apa ? ganti style aja kalau begitu.

    Mungkin akan timbul pertanyaan. Emang gak boleh ya kita bikin singkong terus ditaro di piring Royal Doulton yang bergaya Victorian itu ? Emang gak boleh kalau bikin tiramisu terus pakai gaya pedesaan ?

    Nggak ada yang ngelarang ! Silakan aja. Di fotography kita mengenai rule of third . Foto yang bagus biasanya pakai aturan ini. Tapi kalo nggak pakai aturan ini apa salah ? Ya enggak dong. Santai-santai aja, kita tahu ada teorinya, kita coba teori itu, dan kita langgar ! Nggak masalah. Selalu ada sudut pandang yang berbeda, hasil yang berbeda, untuk satu teori yang kita ikuti. Apalagi kalau kita ‘break the rule’, mungkin bisa juga dapat hasil yang di luar pikiran orang lain. Jadi kerjakan saja.

    Nah, jadi singkong sah-sah aja mau digayain Victorian Style. Ada faktor lain seperti komposisi, harmoni dan balance yang musti kita perhatiin juga.

    Kemarin saya beli jamu gendongan. Jamunya saya tempatkan di mug J-Co, seperti ini :

    Air gulanya saya taro di gelas bening dan difoto dengan latar belakang bumbu dapur untuk buat jamu. Eh ini mbok jamunya ngasih air gula dikit bener ya … ha ha …

    Anggap aja air gulanya sebagai jamu., deh Nah, foto mana yang mengesankan bahwa itu jamu ? minuman tradisionil Jawa yang terbuat dari akar tanaman obat ?

    Napkin untuk Alas Tempat Makanan

    Pernah nggak lihat fotographer yang pakai napkin ? Pernah dong ….

    Napkin bisa kita pakai sebagai penunjang cerita foto kita. Napkin bisa dipakai sebagai alas, bisa juga diletakkan begitu saja di samping piring.

    Saya coba foto makan pagi saya tanpa napkin dan dengan napkin, rasakan bedanya.

    Ini contoh lain

    Nggak lupa apple pie yang untuk praktek.

    Selain napkin aneka warna, kita juga bisa pakai alas karung goni. Saya beli yang seperti ini di Gramedia.

    Baking sheet yang sudah lama dan berubah warna juga bisa kita jadikan alas.

    Letakkan Makanan di Meja

    Ada beberapa orang yang meletakkan piring makanan di lantai, lalu diambil fotonya. Salahkah hal demikian ? Menurut saya ini relatif tergantung cara pandang kita dan kebiasaan kita. Kalau di food photography, ini berhubungan dengan style yang kita mau pakai.

    Kalau saya pulang kampung, makanan disajikan di lantai. Lauk pauk di tengah, piring-piring buat makan disebar ke orang-orang yang berpartisipasi makan. Makanlah kita dengan nikmatnya. Kalau kita mau ambil gambar, tentu kita biarkan piring-piring saji di tempatnya di lantai itu. Memang begitu kebiasaan yang ada. Dan foto yang kita ambil tentu akan bercerita , misalkan tentang kebersahajaan dan keguyuban kita sebagai orang kampung sedang menyantap makanan yang dimasak dalam jumlah besar, untuk keluarga besar yang datang di Hari Raya.

    Di dalam food photography sejauh yang saya ikuti, katanya lebih baik meletakkan makanan di meja sebelum kita ambil gambarnya. Kurang asik aja kalau kita buat Cake Cokelat lalu kita letakkan piring saji di lantai 20x20cm, lalu kita foto begitu saja. Makanan kok ditaro di lantai, begitu kira-kira komentar sebagian orang.

    Mungkin ini ada pengaruh dari sebagian besar food photographer ang berasal dari Barat bagaimana mereka makan di meja makan jadi makanan harus ada di meja. Berbeda sama food photographer dari India, misalnya , di mana mereka meletakkan makanan di lantai, atau di nampan besar yang diletakkan di lantai. Jadi ini masalah kebiasaan aja, yang larinya ke style yang mau kita terapkan di foto kita.

    Selama ini saya prefer untuk meletakkan makanan di meja. Tapi bukan berarti harus selalu di meja. Kembali lagi, style yang mau kita pakai.

    Senjata saya untuk food photography di rumah adalah meja kecil yang dibuat dari kayu kaso. Sederhana saja bentuknya seperti meja pada umumnya. Kayu kaso yang dipakai buat bikin meja juga cuma satu kayu panjang. Saya pikir malah itu kayu kaso bekas, ternyata kayu kaso baru yang dibeli suami buat benerin rumah. He he ..

    Alas Bongkar Pakai

    Kalau kita pakai meja yang itu itu saja tentunya bakalan bosan. Yang moto bosan, yang lihat juga bosan. Tapi kalau kita pakai meja yang lain, ribet dong ya musti punya meja banyak dengan alas yang macam-macam.

    Untuk mengatasi hal tersebut, kita bisa pakai papan kayu. Saya pakai jati belanda belinya di tukang kayu yang kumpulin kayu-kayu bekas packing barang import. Di daerah dekat rumah saya nggak ketemu kayu beginian. Tapi kebetulan pas ke Bekasi, di sana banyak yang jual kayu-kayu bekas packing. Satu bilah kayu saya beli lima ribu rupiah.

    Kayu jati belanda ini cantik karena banyak ulir-ulirnya. Kita bisa pakai begitu saja kayu itu sebagai alas, atau diberi cat warna warni sesuai keinginan.

    Untuk menghasilkan kayu bercat hijau seperti foto cookies di atas, saya sapukan encerkan cat warna hijau lalu sapukan acak di kayu jati belanda. Dengan kuas yang lain saya sapukan warna putih di beberapa tempat. Setelah kering kayu saya ampelas mengunakan ampelas kayu.

    Untuk sisi yang lain kita bisa cat dengan warna yang lain. Jadi tinggal dibolak-balik aja.

    Gampang dan murah, kan ?

    Garnish !

    Awalnya garnish adalah hiasan di makanan. Dan sampai sekarangpun garnish adalah tetap hiasan di makanan. Garnish bisa kita tambahkan sebagai hal yang akan mempercantik penampilan.

    Kita juga bisa meletakkan garnish bukan pada piring makanan, tapi di meja. Kita juga bisa menambahkan remah-remah untuk memberi aksen pada foto.

    Kalau kita mau mengambil foto sambal, kita bisa letakkan sambal di cobek, lalu beberapa bawang, cabe, terasi di wadah lain sebagai background.

    Jeruk nipis yang dibelah akan memberi kesan segar pada makanan berkuah seperti pada keluarga soto-sotoan. Cheesecake dikasih strawberry ? wow …

    Let’s do it !!

    Oke, langsung aja dimulai J

Special thanks to Neel from http://learnfoodphotography.com

14 thoughts on “Belajar Food Photography

  1. Thanks buat infonya mbak, jadi belajar banyak BTW, ada nggak ya aturan tentang jumlah object yang dicapture dalam satu foto? Kalau terlalu banyak di background atau pelengkapnya malahan nggak fokus ke makanan dan jadi terlalu rame, atau ini tergantung selera fotografer?

    • Dear Felicity, terima kasih sudah mampir di blog saya. Sepertinya memang harus belajar komposisi 🙂 Perlengkapannya yang sedang-sedang saja, atau dibuat jadi background yang blur (bokeh) supaya object tetap jadi point of interest. Saya juga masih belajar, nih.

  2. Keren mbak, smoga sharing ilmunya berkah dan bermanfaat. Lagi belajar juga,ternyata FP itu melenakan dan nagih belanja props euy.racun# hihi^^

    Salam kenal dari Ridha di Balikpapan.

    • Saya nggak tau nama jalannya apa, maklum gak tau daerah Bekasi. Cuma kalo nggak salah ingat sebelum masuk tol ke Jakarta banyak tukang kayu yg jual kayu bekas peti kemas, belinya di situ. Selamat hunting , ya mbak.

  3. Keren… keren banget. jadi nambah ilmu, walaupun awalnya g terlalu suka dunia fotografi, tapi akhir akhir ini serinh abadikan foto masakan buat koleksi.. hihii… makasih sharingnya mba.. sangat bermanfaat sekali,,

Leave a reply to enopiipone Cancel reply